KATA PENGANTAR
Puji
Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah. SWT
karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga laporan Praktikum
Survey dan Pemetaan ini dapat penulis rampungkan tepat pada waktunya.
Praktikum Survey dan Pemetaan ini
merupakan suatu hal wajib bagi seluruh mahasiswa yang memprogram mata kuliah
ini . Hal ini dilakukan untuk menerapkan teori yang didapatkan dalam ruang
kuliah dengan di lapangan secara langsung .
Penulis mengucapkan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam merampungkan laporan
praktikum ini . Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua
pihak , baik secara lembaga maupun
secara pribadi ,yang ditujukan kapada Asisten Dosen , teman-teman serta semua
pihak yang telah membantu penulis.
Dalam penyusunan laporan ini penulis
menyadari bahwa masih banyak kekurangan- kekurangannya . Sehingga penulis
sangat mengharapkan sumbangan pemikiran dari para pembaca . Baik itu berupa
saran atau kritik yang sifatnya membangun untuk dapat menyempurnakan laporan
seperti ini di masa-masa yang akan datang.
Kami sangat berharap laporan
praktikum ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan mahasiswa-mahasiswa
Teknik Sipil pada umumnya demi peningkatan kemampuan kita di bidang Teknik
Sipil
Kendari
, 31 Mei 2013
PENULIS
BAB I
PENDAHULUAN
A. Teori Ringkas
- Pengertian Poligon
Poligon
adalah rangkaian garis khayal diatas permukaan bumi yang merupakan garis
lurus yang menhubungkan titik-titik dan
merupakan suatu objek pengukuran atau poligon adalah rangkaian segi banyak
untuk pembuatan peta.
- Pengukuran Poligon
Ada dua
macam cara yang dilakukan pada pengukuran poligon yaitu :
- Pengukuran jarak mendatar
Pengukuran ini dapat dilakukan dengan menggunakan pita ukur ( rol meter )
dan dengan melalui pembacaan benang pada alat ukur theodolit untuk mengenali
jarak optis.
- Pengukuran sudut mendatar
Pengukuran sudut mendatar adalah selisih dua arah yang berlainan . Ada dua macam sudut
mendatar/sudut horizontal dalam ilmu ukur tanah.
- Sudut arah
( β ) yaitu selisiah antara arah B
A
β
B
-
Sudut jurusan (
α ) / Azimut yaitu sudut yang terbentuk berdasarkan salib sumbu Y atau sudut
yang dibentuk searah jarum jam atas sudut yang ditentukan .
Y
A
α
O x
Besrnya
Sudut Yo A

y

α
ab

Y
b H
B ( Xb , Yb )
αab
Ya
A ( Xa , Ya ) x
Xa Xb
( dab )2 = ( Xb - Xa ) 2 + (
Yb - Ya ) 2
Δ H = ( Xb - Xa ) = dab sin α
Δ Y = ( Yb - Ya ) = dab cos α
- Bentuk – bentuk poligon
- Poligon
lepas
Yaitu
poligon yang apabila titik awal diketahui atau hanya satu titik yang diketahui
koordinatnya.
2 4
1 ( x,y ) 3 5
- Poligon
terikat
Yaitu apabila
titik awal dan titik akhir diketahui koordinatnya
2 ( x,y ) 4 ( x,y )
1 ( x,y ) 3 ( x,y ) 5 ( x,y )
- Poligon
terikat sempurna
Yaitu
apabila dua titik awal dan akhir yang diketahui koordinatnya
2 4
1 ( x,y ) 3 5 ( x,y )
- Poligon
tertutup
Pada
geometri poligon ini sesungguhnya sama dengan poligon terbuka hanya sisi
akhirnya juga merupakan awal dari poligon tersebut .
P0
β P5
A P1
P4
P2
P3
A = Sudut Luar
B = Sudut
dalam
- Hubungan antara sudut poligon dan azimut
- Poligon terbuka
α1 = α1 – 2 = α0 + β1 – 360 º
α2 = α2 – 3 = β1 + β2 – 360 º
= α0 + β1 + β2 – 3 x 360 º
α3 = α3 – 1 = α2 + β3 – 180 º
α4 = α4 – 5 = α3 + β4 – 180 º
αn = α0 – ( β ) – ( n + 1 ) 180 ± f β
f β = Koreksi Sudut β
- Poligon tertutup
1 – 7 = Asimu matahari
1 – 2 = 1 – 7 + 1
2 – 3 = 1 – 7 + 1 + 2
- 180
3 – 4 = 1 – 7 + 1 + 2 + 3 – 2 .
180
4 – 5 = 1 – 7 + 1 + 2 + 3 + 4 – 3
. 180
5 – 6 = 1 – 7 + 1 + 2
+ 3 + 4 + 5 – 4 . 180
6 – 7 = 1 – 7 + 1 + 2
+ 3 + 4 + 5 + 6 – 5 . 180
7 – 1 = 1 – 7 + 1 + 2
+ 3 + 4 + 5 + 6 + 7 – 6 . 180
Dalam
penyusunan azimut terlebih dahulu sudut-sudut poligon dikoreksi , yaitu seluruh
sudut dalam dijumlahkan dan jumlah segi banyak tersebut adalah :
∑ β = ( n – 2 ) x 180
Tetapi
biasanya dalam pengukuran di lapangan tidak terpenuhi maka besarnya kesalahan
penutup kita cari dengan rumus :
∑
β = ( n – 2 ) x 180 ± f β
Untuk
menghilangkan kesalahan menutup sudut ( f β ) Kita harus koreksi sudut –
sudut poligon dengan jalan memberi rata besar kesalahan kepada masing-masing
titik poligon .Bila kesalahan penutup sudut ( + f β ) Positif maka koreksi kita
kurungkan .
Bila kesalahan penutup sudut (
- f β ) , negatif , maka koneksinya
kita tambahkan.
Setalah semua sudut – sudut
poligon dikoreksi kemudian kita susun azimutnya dengan rumus :
αn = α (
n – 1) + βn ± 180 º
Jika hitungan kita berlawanan arah jarum jam
αn = α (
n – 1) - βn ± 180 º
Jika hitungan kita searah jarum jam.
- Hubungan antara sisi poligon dan koordinat
Titik
2 Titik
3
x2
= x1 + d1 sin α1 x3 = x2 + d2 sin
α2
y2
= y1 + d1 cos α1 y3
= y2 + d2 cos α2
Titik 4
x4
= x3 + d3 sin α3 = x1 + d1
sin α1 + d2
sin α2 + d3
sin α3
y4
= y3 + d3 cos α3 =
x1 + d1 cos α1 + d2 cos α2 + d3 cos α3
Titik n
xn
= x1 + ( d sin α1 ) ----------- xn
– x1 = ( d sin α1 )
yn
= y1 + ( d cos α1 )
----------- yn – y1 = ( d cos α1 )
Dari
hasil pembahasan hubungan antara sudut poligon dan azimut serta hubungan antara
sisi poligon dan koordinat , maka dapat disimpulkan tiga syarat geometri
poligon yaitu :
1.
∑ β (α akhir - α awal
) + 180
2.
∑ d sin ( α akhir - α awal
)
3.
∑ d cos ( y akhir
- y awal
)
Tetapi
umumnya hasil pengukuran sudut dan jarak yang terjadi tidak memenuhi syarat
diatas , maka itu didapat :
1.
∑ β (α akhir - α awal
) + n. 180 + f α
2.
∑ d sin ( α akhir - α awal
) + fx
3.
∑ d cos ( y akhir
- y awal
) + fy
dimana : f α = Kesalahan pada sudut yang diukur
f
x = Kesalahan pada proyeksi sumbu x
f
y =
Kesalahan pada proyeksi sumbu y
B. Pengenalan Alat Ukur Theodolite
- Bagian alat – alat Theodolite
Alat
ukur theodolit memiliki bagian – bagian sebagai berikut :
a.
Pegangan
b.
Alat Bidik : Berfungsi Untuk memiliki secara acak
sasaran bidik
c.
Pengaruh mikrometer : berfungsi untuk mengatur garis
skala pembacaan (nunius)
d.
Klem menyetel tinggi : berfungsi untuk membuka dan
mengunci gerakan vertikal teropong.
e.
Gelang penyetel jarak : berfungsi untuk titik fokus
lensa yang berguna untuk memperjelas objek yang di bidik.
f.
Okuler teropong : berfungsi untuk memperjelas nampaknya
benang sebagai standar pembacan.
g.
Mikroskop pembacaan tombol pilihan : berfungsi untuk
membaca data vertikal dan data horizontal.
h.
Sekrup penyetel tinggi : berfungsi menggerakan secara
halus teropong ke arah vertikal .
i.
Pembacaan lingkaran berskala horizontal atau vertikal
berfungsi sebagai bagian pembacaan vertikal dan horizontal.
j.
Klem penyetel putaran
: berfungsi untuk mengatur , mengunci dan membuka perputaran alat-alat
ke arah horizontal.
k.
Sekrup penyetel putaran : Berfungsi untuk mengatur
perputaran gerakan horizontal secara halus.
l.
Pelat dasar berkaki tiga yang dapat dibuka.
m.
Nivo kotak : berfungsi untuk penyetelan ke dataran alat
n.
Nivo Alludade (tabung) : untuk mengetahui kedataran
alat
o.
Unting – unting : berfungsi untuk mengetahui ketetapan
posisi sumbu alat terhadap patok.
p.
Tiga buah sekrup penyetel : berfungsi untuk mengatur
kedudukan nivo.
- Teknik pengukuran
a.
Poligon memanjang
Dalam pengukuran poligon ,
1.
Poligon memanjang tertutup
Yaitu teknik pengukuran poligon yang berputar mengelilingi suatu bidang
dimana titik awal pengukuran juga menjadi akhir pengukuran . Untuk lebih
jelasnya maka dapat dilihat dari sketsa di bawah ini :
2. Poligon
memanjang terbuka
Yaitu
teknik pengukuran poligon dimana titik awal pengukuran tidak menjadi titik
akhir pengukuran , untuk lebih jalasnya dapat dilihat pada sketsa di bawah ini
:
b.
Sistem Tachimetri
Sistem Tachimetri adalah suatu teknik pengukuran situasi dimana alat hanya berdiri pada suatu
titik dan dapat menembak lebih dari satu titik untuk menentukan posisi dan
ketingggian titik tersebut.
c.
Sistem Kisi ( Grid )
Sistem kisi adalah sistem pengukuran sebagai jaringan siku-siku yang diterapkan di daerah tanpa peta dan
tanpa bangunan.
- Sistem pengukuran
Syarat
penyetelan :
-
Sumbu I harus vertikal
-
Alat harus berdiri tepat diatas titik ( patok )
Syarat
pengaturan :
-
Garis arah nivo I sumbu I
-
Sumbu II hanya harus mendatar
-
Garis bidik
Cara
pengaturan alat Theodolit
a.
Membuat garis arah nivo I sumbu I , berarti membuat
pula sumbu I vertikal dan caranya sama dengan cara pada alat waterpass.
b.
Untuk mengatur agar theodolit telah memenuhi syarat
sumbu II mendatar dan garis bidik I sumbu II dilakukan sebagai berikut :
-
Letakkan alat dimuka suatu dinding tegak dengan jarak
1-5 m Diusahakan garis bidik pada saat
mendatar I di dinding.
- Buat suatu
titik T pada dinding setinggi alat , yaitu pada waktu garis bidik horizontal
benang silang mendatar berimpit T , Dengan pertolongan unting-unting dibuat
titik P dan J , masing – masing di atas dan dibawah I dimana TPTQ .
- Mula – mula
teropong diarahkan ke titik T , kemudian
dengan sekrup penggerak halus tegak garis bidik digerakkan ke atas ke arah P
dan kemudian ke bawah kearah Q .Pekerjaan-pekerjaan kemungkinan dapat
menghasilkan sebagai berikut :
- Keadaan
sempurna :
o
Sumbu I telah vertikal
o
Sumbu II Sudah mendatar
o
Sumbu garis bidik telah tegak lurus I sumbu II
Jadi pada keadaan ini teropong dari titik T kemudian pelan – pelan digerakkan
ke atas dan ke bawah akan menuruti benang unting-unting.
- Keadaan
Sumbu II Salah
Keadaan Alatnya
:
o
Sumbu I telah vertikal
o
Sumbu II belum mendatar
o
Sumbu garis bidik telah tegak lurus I sumbu II.
Perjalanan garis bidik pada dinding melalui garis lurus ATB sedemikian
sehingga PA – QB dan ATB terletak dikedua belah yang berlawanan dari garis
unting-unting jarak PA – QB .Adalah kesalahan sumbu II kesalahan x dapat
dihilangkan dengan sekrup koreksi sumbu II.
- Keadaan
Garis mistar salah
Keadaan Alatnya :
o
Sumbu I telah vertikal
o
Sumbu II sudah mendatar
o
Garis bidik belum tegak lurus sumbu II
Perjalanan garis bidik pada dinding melalui garis lengkung TCD dengan PC
– QD dimana C dan D terletak di sebelah yang sama dari garis-garis
unting-unting . Jarak PC = QD = Y adalah besar kesalahan tidak tegak lurus
bidik pada sumbu II.
Untuk menghilangkan koreksi dengan sekrup diafragma.
- Keadaan
sumbu II dan garis bidik adalah salah
o
Sumbu I telah vetikal
o
Sumbu II belum mendatar
o
Garis bidik belum tegak lurus terhadap sumbu II
Hasil ini adalah keadaaan kombinasi dari keadaan ( D ) dan ( C ) tandanya
dan kesalahan sumbu II dan garis bidik ialah bahwa arah garis bidik ke atas ke
arah titik G dan ke bawah arah titik H mendapatkan dan PG tidak sama dengan QH
dan mungkin pada titik G dan H terletak di sebelah yang sama terhadap garis
unting-unting PTQ. Jika pembantu pada mistar A ( dihitung P ) dan pembantu pad
mistar B ( dihitung Q ) maka :
a = x + y
b = y + x
Sehingga di dapat besar kesalahan :
x = ½ ( a + b )
y = ½ ( a + b )
Kesalahan x dikoreksi dengan memutar sekrup difragma
c.
Kesalahan dalam pengukuran
a.
Kesalahan acak ( kebetulan )
Yaitu kesalahan pengukuran yang terjadi secara kebetulan yang tidak dapat
diperkirakan seperti getaran dari alat pengukuran merupakan contoh dari
kesalahan tersebut. Kesalahan ini dibuat sekecil-kecilnya dengan jalan
mengadakan observasi yang dilakukan beberapa kali dan dari observasi tersebut
diambil rata-ratanya.
b.
Kesalahan sistematis
Yaitu kesalahan pengukuran yang terjadi pada setiap pengukuran . Umumnya
kesalahan ini terdapat pada alat itu sendiri , panjang meter yang tidak tepat ,
dll . Kesalahan ini dapat dihilangkan dengan perhitungan koreksi.
c.
Kesalahan besar
Yaitu kesalahan pengukuran yang terjadi akibat kekeliruan dalam
pengukuran atau kurang pengalaman dan pengetahuan , sebagai contoh angka
seharusnya 58,20 m tetapi yang ditulis 52,8 m . Bila terjadi kesalahan yang
cukup besar dalam hal ini melampaui batas toleransi maka pengukuran harus di
ulangi.
BAB II
RUMUS – RUMUS YANG DIGUNAKAN PADA
ALAT UKUR THEODOLIT
2.1.
Perhitungan Sudut Horizontal ( ∑β )
Perhitungan
dilakukan dengan menjumlahkan nilai sudut yang pada peta pengukuran dengan
memperlihatkan klasifikasi data . Apakah data itu merupakan data sudut dalam .
Pada perhitungan
ini dapat diperoleh jumlah sudut ( ∑β )
∑β = β1 + β2 +
β3 + ................. βn
2.2.
Perhitungan jumlah kesalahan terkoreksi ( ∑K )
Rumus yang
digunakan adalah :
∑K = ∑β – ( n ± 2 ) . 180 º
Dimana :
∑K =
Jumlah kesalahan sudut horizontal
n =
Jumlah titik pengaman
( n + 2 ) = Untuk
data sudut luar
( n – 2 ) =
Untuk data sudut dalam
(n.2).180 = Jumlah
sudut teoritis
2.3.
Perhitungan koreksi sudut horizontal ( Δβ )
Rumus yang
digunakan adalah :
Δβ = ∑K/n
Δβ = Koreksi sudut tiap titik
∑K = Jumlah
kesalahan koreksi
n = Jumlah titik pengamatan
2.4.
Perhitungan azimut benar ( α )
Rumus yang
digunakan adalah :
αn = α n-1 + β n
± Δβ - 180º untuk data sudut luar
αn = α n-1 + β n
± Δβ + 180º untuk data sudut dalam
Dimana :
αn =
Azimut benar titik yang dicari
α n-1 =
Azimut benar titik sebelumnya
Δβ =
Koreksi sudut horizontal
βn =
Sudut horizontal titik yang di tinjau
2.5.
Perhitungan Jarak ( Dp )
2.5.1.
a. Jarak
proyeksi ( Dp )
Rumus yang
digunakan adalah :
Dp =
Do .cos θ
= (
Ba – Bb ) x 100 cos θ
Dimana :
Dp =
Jarak proeksi ( M )
Do = Jarak
optis ( m )
= (
Ba – Bb ) x 100
θ =
Sudut lereng
=
90º - γ ( γ = sudut vertikal )
2.5.2. b. Jarak horizontal ( Dx )
Rumus
yang digunakan adalah :
Dxn = Dp
sin α n
Dimana
:
Dxn =
Jarak horizontal pada jarak yang ditinjau
Dp =
Jarak proyeksi
α
n = Azimut benar/sudut yang telah dikoreksi.
2.5.3. c. Jarak vertikal ( Dy )
Rumus
yang digunakan adalah :
Dyn = Dp
cos α n
Dimana
:
Dyn =
Jarak vertikal pada jarak yang ditinjau
Dp =
Jarak proyeksi
α
n = Azimut benar/sudut yang telah dikoreksi
2.6.
Perhitungan proyeksi jarak ( ΔD )
2.6.1.
a. Koreksi jarak horizontal ( δ Dx )
Rumus yang digunakan adalah :
dimana :
δ
Dyn =
koreksi jarak vertikal
Dpn =
Jarak proyeksi
∑
Dp =
Jumlah jarak proyeksi
∑
Dy =
Jumlah total perhitungan / jumlah jarak terhadap vertikal.
2.7.
Perhitungan koordinat titik ( ΔD )
2.7.1 a. Perhitungan
koordinat terhadap sumbu x
Rumus yang digunakan adalah :
Xn = Xn – 1 + Dxn – 1 + δ
Dxn-1
Dimana :
Xn = Koordinat x yang ditinjau
Xn-1 = Koordinat x titik
sebelumnya
Dxn-1 = Jarak horizontal
titik sebelumnya
δ Dxn-1 = Koreksi koordinat
horizontal titik sebelumnya.
2.8.
Perhitungan beda tinggi ( ΔH )
Rumus
yang digunakan adalah :
ΔH = Tps
+ ½ Do sin 2 ft – Bt
=
Tps + 100 ( Ba-Bb ) cos2 θ sin θ – Bt
Dimana
:
ΔH =
Beda tinggi antara dua titik yang ditinjau
Tps =
Tinggi pesawat
Do =
Jarak Optis
θ =
Sudut lereng
Bt =
Benang tengah
2.9.
Perhitungan koreksi beda tinggi
Rumus
yang digunakan adalah :
Dimana :
δ ΔH = Koreksi
beda tinggi setiap ( m )
∑ΔH = Jumlah total beda tinggi ( m )
n = Banyaknya titik sebagai objek survesing
2.10. Perhitungan
Tinggi titik ( P )
Rumus yang
digunakan adalah :
Pn
= Tinggi titik ( m )
Pn
– 1 = Tinggi titik sebelumnya ( M )
ΔHn
– 1 =
Beda tinggi titik yang ditinjau ( m )
2.11. Perhitungan
luas areal ( L )
Dimana :
L = Luas Areal
x = Koordinat titik terhadap sumbu x
y = Koordinat titik terhadap sumbu y
BAB III
LAPORAN PRAKTIKUM ALAT UKUR THEODOLIT
I. Tujuan Praktikum
a.
Tujuan Umum
Memberikan
kemampuan kepada mahasiswa kepada mahasiswa untuk dapat mengerti cara-cara
penggunaan alat Theodolit dengan tepat.
- Tujuan Khusus
Memberikan kemampuan kepada mahasiswa untuk melakukan identifikasi
setiap jenis pengukuran ,yaitu jarak beda tinggi ,dan sudut yang diperlukan
untuk menggambarkan kerangka dasar pemetaan.
II. Alat
dan bahan yang digunakan
Alat
ukur Theodolit secara umum memiliki bagian-bagian sebagai berikut :
- Pesawat Theodolit , sebagai alat ukur universal yang
disamping dapat mengukur sudut horizontal juga dapat menentukan beda
tinggi.
- Statif , berfungsi sebagai tempat kedudukan Theodolit
- Rambu ukur , berfungsi untuk mengetahui nilai pembacaan.
- Payung , berfungsi untuk melindungi pesawat dari matahari
- Rol meter , berfungsi untuk melindungi pesawat dari
pengaruh cahaya matahari dan hujan.
- Kompas , berfungsi untuk menentukan arah utara
- Patok berfungsi sebagai suatu tanda dimana kita meletakkan
rambu ukur untuk mengukur suatu titik di lapangan.
- Palu , berfungsi dalam hal pemasangan patok.
Disamping alat dan bahan utama di atas , masih ada beberapa hal penting
yang perlu dipersiapkan guna memperlancar jalannya praktikum yaitu :
-
Buku ukur dan alat tulis lainnya guna penulisan data
yang diperoleh di lapangan
-
Kalkulator yang dibutuhkan dalam koreksi-koreksi atau
hitungan-hitungan di lapangan.
-
Catatan lapangan yang telah dibuat sesuai dengan data
dan metode yang dipergunakan.
-
Pengetahuan dasar pengukuran yang sangat membantu
jalannya praktikum.
III. Prosedur
kerja pelaksanaan pengukuran
- Peninjauan di lapangan langsung memasang patok-patok
poligon segi banyak keliling
1. Patok utama
harus cukup terutama dalam tanah
2. Harus di
gambar sketsa kedudukan
3. Tinggi patok
dari tanah 1-2 cm
4. Jarak patok
50 – 100 m dan diberi warna.
- Pengukuran poligon ( sudut poligon )
1.
Keluarkan pesawat theodolit dari kotaknya
2.
Statif dipasang diatas patok yang akan diukur beda
tingginya dan poringnya di kontrol.
3.
Pesawat theodolit dipasang di atas piringan statif dan
sekrup mengunci pesaawat dikencangkan.
4.
Cermin pencahayaan dibuka agar cahaya tampak terang
dalam pesawat.
5.
Sementara patok di kontrol , apakah posisi patok sudah
tepat berada pada lingkaran hitam yang ada pada pesawat.
6.
Posisi nivo pesawat distabilkan , diatur sedemikian
rupa sehingga nivo stabil dengan memutar sekrup penyetel (pemutaran kencang
/longgar agar dihindari).
7.
Dengan kompas tentukan arah utara.
- Mengatur sudut skala horizontal sehingga pada nonius
0º 0’ 0” dengan membidik teropong ke arah utara.
- Bak ukur dipasang pada patok belakang dan pesawat
diarahkan untuk pengamatan .Dilanjutkan dengan pembacaan :
-
Benang diafragma ( Ba,Bb,Bt )
-
Sudut vertikal
-
Sudut horizontal
- Bak ukur dipasang pada patok muka dan pesawat di
arahkan untuk pengamatan .Hal ini sama caranya denganpada waktu bak ukur
dipasang pada patok belakang.
- Pindahkan data hasil pengamatan kedalam kertas data.
- Lakukan kembali kegiatan seperti di atas sampai
selesai.
- Agar tinggi alat dan tinggi patok selalu diukur
sebelum pembacaan.