Pages

Monday, July 8, 2013

Laporan Praktikum Survey dan Pemetaan (Theodolite)


KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah. SWT  karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga laporan Praktikum Survey dan Pemetaan ini dapat penulis rampungkan tepat pada waktunya.

            Praktikum Survey dan Pemetaan ini merupakan suatu hal wajib bagi seluruh mahasiswa yang memprogram mata kuliah ini . Hal ini dilakukan untuk menerapkan teori yang didapatkan dalam ruang kuliah dengan di lapangan secara langsung .

            Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam merampungkan laporan praktikum ini . Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak  , baik secara lembaga maupun secara pribadi ,yang ditujukan kapada Asisten Dosen , teman-teman serta semua pihak yang telah membantu penulis.

            Dalam penyusunan laporan ini penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan- kekurangannya . Sehingga penulis sangat mengharapkan sumbangan pemikiran dari para pembaca . Baik itu berupa saran atau kritik yang sifatnya membangun untuk dapat menyempurnakan laporan seperti ini di masa-masa yang akan datang.

            Kami sangat berharap laporan praktikum ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan mahasiswa-mahasiswa Teknik Sipil pada umumnya demi peningkatan kemampuan kita di bidang Teknik Sipil

                                                                                                Kendari , 31  Mei 2013

                                   
                                                                                                      PENULIS






BAB I
PENDAHULUAN

A.      Teori Ringkas
  1. Pengertian Poligon
Poligon adalah rangkaian garis khayal diatas permukaan bumi yang merupakan garis lurus  yang menhubungkan titik-titik dan merupakan suatu objek pengukuran atau poligon adalah rangkaian segi banyak untuk pembuatan peta.
  1. Pengukuran Poligon
Ada dua macam cara yang dilakukan pada pengukuran poligon yaitu :
    1. Pengukuran jarak mendatar
Pengukuran ini dapat dilakukan dengan menggunakan pita ukur ( rol meter ) dan dengan melalui pembacaan benang pada alat ukur theodolit untuk mengenali jarak optis.
    1. Pengukuran sudut mendatar
Pengukuran sudut mendatar adalah selisih dua arah yang berlainan . Ada dua macam sudut mendatar/sudut horizontal dalam ilmu ukur tanah.
-     Sudut arah ( β ) yaitu selisiah antara arah B
                                                  A

                          β
                                                  B
-          Sudut jurusan  ( α ) / Azimut yaitu sudut yang terbentuk berdasarkan salib sumbu Y atau sudut yang dibentuk searah jarum jam atas sudut yang ditentukan .
                               Y

                                                                              A
                                      α

   O                                                   x
            Besrnya Sudut Yo A

            y
                                                     αab
        Yb         H                            
                                                      B ( Xb , Yb )            

           
                        αab
      
        Ya
                       A ( Xa , Ya )                         x
                     Xa                           Xb   

( dab )2 = ( Xb - Xa ) 2 + ( Yb - Ya ) 2
Δ H      =  ( Xb - Xa ) = dab sin α
Δ Y      =  ( Yb - Ya ) = dab cos α

  1. Bentuk – bentuk poligon
-     Poligon lepas
      Yaitu poligon yang apabila titik awal diketahui atau hanya satu titik yang diketahui koordinatnya.

                             2                               4
 



                       1 ( x,y )                    3                                    5



-     Poligon terikat
      Yaitu apabila titik awal dan titik akhir diketahui koordinatnya


                             2 ( x,y )                    4 ( x,y )                     
 



                       1 ( x,y )                    3 ( x,y )                         5 ( x,y )

-     Poligon terikat sempurna
      Yaitu apabila dua titik awal dan akhir yang diketahui koordinatnya

                            2                                4
 



                       1 ( x,y )                    3                                    5 ( x,y )

-     Poligon tertutup
      Pada geometri poligon ini sesungguhnya sama dengan poligon terbuka hanya sisi akhirnya juga merupakan awal dari poligon tersebut .

                                    P0
                                                                       
                                     β                                             P5

    A       P1
                                                                                               
                                                                                                 P4
                   P2                                    
                                                                            P3  
      A = Sudut Luar
      B = Sudut dalam                                                          
     
  1. Hubungan antara sudut poligon dan azimut

    1. Poligon terbuka
α1 = α1 – 2 = α0 + β1 – 360 º
α2 = α2 – 3 = β1 + β2 – 360 º
                   = α0 + β1 + β2 – 3 x 360 º
α3 = α3 – 1 = α2 + β3 – 180 º
α4 = α4 – 5 = α3 + β4 – 180 º
αn = α0 ( β ) – ( n + 1 ) 180 ±  f β
f β = Koreksi Sudut β

    1. Poligon tertutup
             

1 – 7 = Asimu matahari
1 – 2 = 1 – 7  + 1
2 – 3 = 1 – 7  + 1 + 2 - 180
3 – 4 = 1 – 7  + 1 + 2 + 3 – 2 . 180
4 – 5 = 1 – 7  + 1 + 2 + 3 + 4 – 3 . 180
5 – 6 = 1 – 7  + 1 + 2 + 3 + 4 + 5 – 4 . 180
6 – 7 = 1 – 7  + 1 + 2 + 3 + 4 + 5 + 6 – 5 . 180
7 – 1 = 1 – 7  + 1 + 2 + 3 + 4 + 5 + 6 + 7 – 6 . 180



Dalam penyusunan azimut terlebih dahulu sudut-sudut poligon dikoreksi , yaitu seluruh sudut dalam dijumlahkan dan jumlah segi banyak tersebut adalah :
           
            ∑ β = ( n – 2 ) x 180

Tetapi biasanya dalam pengukuran di lapangan tidak terpenuhi maka besarnya kesalahan penutup kita cari dengan rumus :

∑ β = ( n – 2 ) x 180 ±  f β

Untuk menghilangkan kesalahan menutup sudut ( f β ) Kita harus koreksi sudut – sudut poligon dengan jalan memberi rata besar kesalahan kepada masing-masing titik poligon .Bila kesalahan penutup sudut ( + f β ) Positif maka koreksi kita kurungkan .

Bila kesalahan penutup sudut ( - f β ) , negatif , maka koneksinya kita tambahkan.
Setalah semua sudut – sudut poligon dikoreksi kemudian kita susun azimutnya dengan rumus :
αn = α ( n – 1) + βn   ± 180 º    Jika hitungan kita berlawanan arah jarum jam
αn = α ( n – 1) - βn   ± 180 º     Jika hitungan kita searah jarum jam.

  1. Hubungan antara sisi poligon dan koordinat



Titik 2                                                  Titik 3
x2 = x1 + d1 sin  α1                                x3 = x2 + d2 sin  α2                    
y2 = y1 + d1 cos α1                      y3 = y2 + d2 cos α2

Titik 4
x4 = x3 + d3 sin  α3 =  x1 + d1 sin  α1 + d2 sin  α2 + d3 sin  α3
y4 = y3 + d3 cos α3 =  x1 + d1 cos  α1 + d2 cos  α2 + d3 cos  α3

Titik n
xn = x1 + ( d sin  α1 ) -----------    xn – x1 = ( d sin  α1 )                   
yn = y1 + ( d cos α1 ) -----------     yn – y1 = ( d cos α1 )

Dari hasil pembahasan hubungan antara sudut poligon dan azimut serta hubungan antara sisi poligon dan koordinat , maka dapat disimpulkan tiga syarat geometri poligon yaitu :
1.      ∑ β  (α akhir - α awal ) + 180
2.      ∑ d sin  ( α akhir - α awal )
3.      ∑ d cos  ( y akhir - y awal )

Tetapi umumnya hasil pengukuran sudut dan jarak yang terjadi tidak memenuhi syarat diatas , maka itu didapat :
1.      ∑ β  (α akhir - α awal ) + n. 180 + f α
2.      ∑ d sin  ( α akhir - α awal ) + fx
3.      ∑ d cos  ( y akhir - y awal ) + fy

dimana : f α   =  Kesalahan pada sudut yang diukur
               f x     =  Kesalahan pada proyeksi sumbu x
               f y     =  Kesalahan pada proyeksi sumbu y
B. Pengenalan Alat Ukur Theodolite

  1. Bagian alat – alat Theodolite
Alat ukur theodolit memiliki bagian – bagian sebagai berikut :

a.       Pegangan
b.      Alat Bidik : Berfungsi Untuk memiliki secara acak sasaran bidik
c.       Pengaruh mikrometer : berfungsi untuk mengatur garis skala pembacaan  (nunius)
d.      Klem menyetel tinggi : berfungsi untuk membuka dan mengunci gerakan vertikal teropong.
e.       Gelang penyetel jarak : berfungsi untuk titik fokus lensa yang berguna untuk memperjelas objek yang di bidik.
f.       Okuler teropong : berfungsi untuk memperjelas nampaknya benang sebagai standar pembacan.
g.      Mikroskop pembacaan tombol pilihan : berfungsi untuk membaca data vertikal dan data horizontal.
h.      Sekrup penyetel tinggi : berfungsi menggerakan secara halus teropong ke arah vertikal .
i.        Pembacaan lingkaran berskala horizontal atau vertikal berfungsi sebagai bagian pembacaan vertikal dan horizontal.
j.        Klem penyetel putaran  : berfungsi untuk mengatur , mengunci dan membuka perputaran alat-alat ke arah horizontal.
k.      Sekrup penyetel putaran : Berfungsi untuk mengatur perputaran gerakan horizontal secara halus.
l.        Pelat dasar berkaki tiga  yang dapat dibuka.
m.    Nivo kotak : berfungsi untuk penyetelan ke dataran alat
n.      Nivo Alludade (tabung) : untuk mengetahui kedataran alat
o.      Unting – unting : berfungsi untuk mengetahui ketetapan posisi sumbu alat terhadap patok.
p.      Tiga buah sekrup penyetel : berfungsi untuk mengatur kedudukan nivo.
  1. Teknik pengukuran

a.       Poligon memanjang
Dalam pengukuran poligon ,
1.      Poligon memanjang tertutup
Yaitu teknik pengukuran poligon yang berputar mengelilingi suatu bidang dimana titik awal pengukuran juga menjadi akhir pengukuran . Untuk lebih jelasnya maka dapat dilihat dari sketsa di bawah ini :


2.   Poligon memanjang terbuka
      Yaitu teknik pengukuran poligon dimana titik awal pengukuran tidak menjadi titik akhir pengukuran , untuk lebih jalasnya dapat dilihat pada sketsa di bawah ini :





b.      Sistem Tachimetri
Sistem Tachimetri adalah suatu teknik pengukuran  situasi dimana alat hanya berdiri pada suatu titik dan dapat menembak lebih dari satu titik untuk menentukan posisi dan ketingggian titik tersebut.

c.       Sistem Kisi ( Grid )
Sistem kisi adalah sistem pengukuran sebagai jaringan siku-siku  yang diterapkan di daerah tanpa peta dan tanpa bangunan.

  1. Sistem pengukuran
Syarat penyetelan :
-          Sumbu I harus vertikal
-          Alat harus berdiri tepat diatas titik ( patok )
         
Syarat pengaturan :
-          Garis arah nivo I sumbu I
-          Sumbu II hanya harus mendatar
-          Garis bidik

Cara pengaturan alat Theodolit
a.       Membuat garis arah nivo I sumbu I , berarti membuat pula sumbu I vertikal dan caranya sama dengan cara pada alat waterpass.
b.      Untuk mengatur agar theodolit telah memenuhi syarat sumbu II mendatar dan garis bidik I sumbu II dilakukan sebagai berikut :
-          Letakkan alat dimuka suatu dinding tegak dengan jarak 1-5 m  Diusahakan garis bidik pada saat mendatar I di dinding.
-     Buat suatu titik T pada dinding setinggi alat , yaitu pada waktu garis bidik horizontal benang silang mendatar berimpit T , Dengan pertolongan unting-unting dibuat titik P dan J , masing – masing di atas dan dibawah I dimana TPTQ .
-     Mula – mula teropong diarahkan ke titik T  , kemudian dengan sekrup penggerak halus tegak garis bidik digerakkan ke atas ke arah P dan kemudian ke bawah kearah Q .Pekerjaan-pekerjaan kemungkinan dapat menghasilkan sebagai berikut :                                                              
      -     Keadaan sempurna :                                                         
o      Sumbu I telah vertikal                              
o      Sumbu II Sudah mendatar                                   
o      Sumbu garis bidik telah tegak lurus I sumbu II Jadi pada keadaan ini teropong dari titik T kemudian pelan – pelan digerakkan ke atas dan ke bawah akan menuruti benang unting-unting.


-     Keadaan Sumbu II Salah
      Keadaan Alatnya :

o      Sumbu I telah vertikal                              
o      Sumbu II belum mendatar                                  
o      Sumbu garis bidik telah tegak lurus I sumbu II.     


Perjalanan garis bidik pada dinding melalui garis lurus ATB sedemikian sehingga PA – QB dan ATB terletak dikedua belah yang berlawanan dari garis unting-unting jarak PA – QB .Adalah kesalahan sumbu II kesalahan x dapat dihilangkan dengan sekrup koreksi sumbu II.

-     Keadaan Garis mistar salah
                              Keadaan Alatnya :
o      Sumbu I telah vertikal                              
o      Sumbu II sudah mendatar                                  
o      Garis bidik belum tegak lurus sumbu II
 


Perjalanan garis bidik pada dinding melalui garis lengkung TCD dengan PC – QD dimana C dan D terletak di sebelah yang sama dari garis-garis unting-unting . Jarak PC = QD = Y adalah besar kesalahan tidak tegak lurus bidik pada sumbu II.
Untuk menghilangkan koreksi dengan sekrup diafragma.

-     Keadaan sumbu II dan garis bidik adalah salah
o      Sumbu I telah vetikal
o      Sumbu II belum mendatar
o      Garis bidik belum tegak lurus terhadap sumbu II

Hasil ini adalah keadaaan kombinasi dari keadaan ( D ) dan ( C ) tandanya dan kesalahan sumbu II dan garis bidik ialah bahwa arah garis bidik ke atas ke arah titik G dan ke bawah arah titik H mendapatkan dan PG tidak sama dengan QH dan mungkin pada titik G dan H terletak di sebelah yang sama terhadap garis unting-unting PTQ. Jika pembantu pada mistar A ( dihitung P ) dan pembantu pad mistar B ( dihitung Q ) maka :
a =  x + y
b =  y + x
Sehingga di dapat besar kesalahan :

x = ½ ( a + b )
y = ½ ( a + b )
Kesalahan x dikoreksi dengan memutar sekrup difragma

c.       Kesalahan dalam pengukuran

a.       Kesalahan acak ( kebetulan )
Yaitu kesalahan pengukuran yang terjadi secara kebetulan yang tidak dapat diperkirakan seperti getaran dari alat pengukuran merupakan contoh dari kesalahan tersebut. Kesalahan ini dibuat sekecil-kecilnya dengan jalan mengadakan observasi yang dilakukan beberapa kali dan dari observasi tersebut diambil rata-ratanya.

b.      Kesalahan sistematis
Yaitu kesalahan pengukuran yang terjadi pada setiap pengukuran . Umumnya kesalahan ini terdapat pada alat itu sendiri , panjang meter yang tidak tepat , dll . Kesalahan ini dapat dihilangkan dengan perhitungan koreksi.

c.       Kesalahan besar
Yaitu kesalahan pengukuran yang terjadi akibat kekeliruan dalam pengukuran atau kurang pengalaman dan pengetahuan , sebagai contoh angka seharusnya 58,20 m tetapi yang ditulis 52,8 m . Bila terjadi kesalahan yang cukup besar dalam hal ini melampaui batas toleransi maka pengukuran harus di ulangi.



















BAB II
RUMUS – RUMUS YANG DIGUNAKAN PADA
ALAT UKUR THEODOLIT

2.1.      Perhitungan Sudut Horizontal ( ∑β )
Perhitungan dilakukan dengan menjumlahkan nilai sudut yang pada peta pengukuran dengan memperlihatkan klasifikasi data . Apakah data itu merupakan data sudut dalam .
Pada perhitungan ini dapat diperoleh jumlah sudut ( ∑β )
∑β = β1 + β2 + β3 + ................. βn

2.2.      Perhitungan jumlah kesalahan terkoreksi ( ∑K )
Rumus yang digunakan adalah :
∑K =  ∑β – ( n ± 2 ) . 180 º
Dimana :
∑K         =  Jumlah kesalahan sudut horizontal
n             =  Jumlah titik pengaman
( n + 2 )  =  Untuk data sudut luar
( n – 2 )   =  Untuk data sudut dalam
(n.2).180 =  Jumlah sudut teoritis

2.3.      Perhitungan koreksi sudut horizontal ( Δβ )
Rumus yang digunakan adalah :

   Δβ = ∑K/n

Δβ  =  Koreksi sudut tiap titik
∑K         =  Jumlah  kesalahan koreksi
n    =  Jumlah titik pengamatan

2.4.      Perhitungan azimut benar ( α )
Rumus yang digunakan adalah :
αn = α n-1 + β n ± Δβ - 180º  untuk data sudut luar
αn = α n-1 + β n ± Δβ + 180º  untuk data sudut dalam
Dimana :
αn           =  Azimut benar titik yang dicari
α n-1       =  Azimut benar titik sebelumnya
Δβ           =  Koreksi sudut horizontal
βn           =  Sudut horizontal titik yang di tinjau

2.5.      Perhitungan Jarak ( Dp )
2.5.1.      a.   Jarak proyeksi  ( Dp )
Rumus yang digunakan adalah :
Dp             =  Do .cos θ
      =  ( Ba – Bb ) x 100 cos θ
Dimana :
Dp             =  Jarak proeksi ( M )
Do =  Jarak optis ( m )
      =  ( Ba – Bb ) x 100
θ    =  Sudut lereng
      =  90º - γ  ( γ = sudut vertikal )
2.5.2.   b.   Jarak horizontal ( Dx )
                  Rumus yang digunakan adalah :
                  Dxn  =  Dp sin α n
                  Dimana :
                  Dxn  =  Jarak horizontal pada jarak yang ditinjau
                  Dp    =  Jarak proyeksi
                  α n   =  Azimut benar/sudut yang telah dikoreksi.



2.5.3.   c.   Jarak vertikal ( Dy )
                  Rumus yang digunakan adalah :
                  Dyn  =  Dp cos α n
                  Dimana :
                  Dyn  =  Jarak vertikal pada jarak yang ditinjau
                  Dp    =  Jarak proyeksi
                  α n   =  Azimut benar/sudut yang telah dikoreksi 

2.6.      Perhitungan proyeksi jarak ( ΔD )
2.6.1.        a.       Koreksi jarak horizontal  ( δ Dx )
                  Rumus yang digunakan adalah :
                 
dimana :
δ Dyn     =  koreksi jarak vertikal
Dpn        =  Jarak proyeksi
∑ Dp      =  Jumlah jarak proyeksi
∑ Dy      =  Jumlah total perhitungan / jumlah jarak terhadap vertikal.

2.7.      Perhitungan koordinat titik  ( ΔD )
2.7.1    a.   Perhitungan koordinat terhadap sumbu x
                  Rumus yang digunakan adalah :
                  Xn = Xn – 1 + Dxn – 1 + δ Dxn-1
                  Dimana :
                  Xn             =  Koordinat x yang ditinjau
                  Xn-1          =  Koordinat x titik sebelumnya
                  Dxn-1        =  Jarak horizontal titik sebelumnya
                  δ Dxn-1     =  Koreksi koordinat horizontal titik sebelumnya.



2.8.      Perhitungan beda tinggi ( ΔH )
Rumus yang digunakan adalah :
ΔH    =  Tps + ½ Do sin 2 ft – Bt
         =  Tps + 100 ( Ba-Bb ) cos2 θ sin θ – Bt
Dimana :
ΔH    =  Beda tinggi antara dua titik yang ditinjau
Tps   =  Tinggi pesawat
Do    =  Jarak Optis
θ       =  Sudut lereng
Bt     =  Benang tengah

2.9.      Perhitungan koreksi beda tinggi
Rumus yang digunakan adalah :
           
Dimana :
δ ΔH =  Koreksi beda tinggi setiap ( m )
∑ΔH =  Jumlah total beda tinggi ( m )
n       =  Banyaknya titik sebagai objek survesing

2.10.    Perhitungan Tinggi titik ( P )
            Rumus yang digunakan adalah :
            Pn              =  Tinggi titik ( m )
            Pn – 1        =  Tinggi titik sebelumnya ( M )
            ΔHn – 1     =  Beda tinggi titik yang ditinjau ( m )






2.11.    Perhitungan luas areal ( L )
           
            Dimana :
            L = Luas Areal
            x = Koordinat titik terhadap sumbu x
            y = Koordinat titik terhadap sumbu y



















BAB III
LAPORAN PRAKTIKUM ALAT UKUR THEODOLIT

I.    Tujuan Praktikum
      a.   Tujuan Umum
      Memberikan kemampuan kepada mahasiswa kepada mahasiswa untuk dapat mengerti cara-cara penggunaan alat Theodolit dengan tepat.
  1. Tujuan Khusus
Memberikan kemampuan kepada mahasiswa untuk melakukan identifikasi setiap jenis pengukuran ,yaitu jarak beda tinggi ,dan sudut yang diperlukan untuk menggambarkan kerangka dasar pemetaan.

II.  Alat dan bahan yang digunakan
      Alat ukur Theodolit secara umum memiliki bagian-bagian sebagai berikut :
  1. Pesawat Theodolit , sebagai alat ukur universal yang disamping dapat mengukur sudut horizontal juga dapat menentukan beda tinggi.
  2. Statif , berfungsi sebagai tempat kedudukan Theodolit
  3. Rambu ukur , berfungsi untuk mengetahui nilai pembacaan.
  4. Payung , berfungsi untuk melindungi pesawat dari matahari
  5. Rol meter , berfungsi untuk melindungi pesawat dari pengaruh cahaya matahari dan hujan.
  6. Kompas , berfungsi untuk menentukan arah utara
  7. Patok berfungsi sebagai suatu tanda dimana kita meletakkan rambu ukur untuk mengukur suatu titik di lapangan.
  8. Palu , berfungsi dalam hal pemasangan patok.





Disamping alat dan bahan utama di atas , masih ada beberapa hal penting yang perlu dipersiapkan guna memperlancar jalannya praktikum yaitu :
-          Buku ukur dan alat tulis lainnya guna penulisan data yang diperoleh di lapangan
-          Kalkulator yang dibutuhkan dalam koreksi-koreksi atau hitungan-hitungan di lapangan.
-          Catatan lapangan yang telah dibuat sesuai dengan data dan metode yang dipergunakan.
-          Pengetahuan dasar pengukuran yang sangat membantu jalannya praktikum.

III. Prosedur kerja pelaksanaan pengukuran
  1. Peninjauan di lapangan langsung memasang patok-patok poligon segi banyak keliling
1.   Patok utama harus cukup terutama dalam tanah
2.   Harus di gambar sketsa kedudukan
3.   Tinggi patok dari tanah 1-2 cm
4.   Jarak patok 50 – 100  m dan diberi warna.

  1. Pengukuran poligon ( sudut poligon )
1.      Keluarkan pesawat theodolit dari kotaknya
2.      Statif dipasang diatas patok yang akan diukur beda tingginya dan poringnya di kontrol.
3.      Pesawat theodolit dipasang di atas piringan statif dan sekrup mengunci pesaawat dikencangkan.
4.      Cermin pencahayaan dibuka agar cahaya tampak terang dalam pesawat.
5.      Sementara patok di kontrol , apakah posisi patok sudah tepat berada pada lingkaran hitam yang ada pada pesawat.
6.      Posisi nivo pesawat distabilkan , diatur sedemikian rupa sehingga nivo stabil dengan memutar sekrup penyetel (pemutaran kencang /longgar agar dihindari).
7.      Dengan kompas tentukan arah utara.
  1. Mengatur sudut skala horizontal sehingga pada nonius 0º 0’ 0” dengan membidik teropong ke arah utara.
  2. Bak ukur dipasang pada patok belakang dan pesawat diarahkan untuk pengamatan .Dilanjutkan dengan pembacaan :
-          Benang diafragma ( Ba,Bb,Bt )
-          Sudut vertikal
-          Sudut horizontal
  1. Bak ukur dipasang pada patok muka dan pesawat di arahkan untuk pengamatan .Hal ini sama caranya denganpada waktu bak ukur dipasang pada patok belakang.
  2. Pindahkan data hasil pengamatan kedalam kertas data.
  3. Lakukan kembali kegiatan seperti di atas sampai selesai.
  4. Agar tinggi alat dan tinggi patok selalu diukur sebelum pembacaan.






           

0 komentar:

Post a Comment